Friday, October 26, 2012

Di balik itu ada sebuah hikmah

Sebuah renungan...

Ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Itulah hikmah yang dapat kuambil dari kejadian ini. Ya, memang selama ini aku seringkali ragu untuk bertindak. Keraguan itu seringkali muncul di kala aku harus mengambil keputusan dengan cepat. Aku terlalu banyak pertimbangan, pemikiran. Ya, yang jelas aku masih saja bimbang dan terlalu lama dalam mengambil keputusan.

Suatu hal yang sangat penting dan menjadi sebuah prinsip dalam hidup merupakan pedoman yang penting untuk dihayati dan diterapkan. Tak mudah memang untuk mencapainya, tapi aku yakin aku bisa melakukannya. Untuk masa depan yang lebih baik, aku harus bisa mengelola emosi secara stabil dan cepat serta tangkas dalam pengambilan keputusan. Berpikir dalam waktu yang singkat dan bertindak untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat.

Ya Alloh, luruskanlah langkah hamba saat hamba berkelok dari jalan lurus petunjuk-Mu. Ampuni dan tunjukkan hamba-Mu yang tak tahu arah ini pada jalan untuk menggapai ampunan-Mu dan ridho-Mu. Bimbinglah hamba-Mu untuk selalu berada dalam jalan yang Engkau ridhoi.

Aamiin, yaa robbal 'aalamiin

Jumat, 26 Okt 2012

@masjid swakarya

Sunday, October 14, 2012

Ilmu: niatkan untuk gapai ridho Allah

Diawali dengan membaca basmalah, kumulai segala aktivitas pada hari kedua Ramadhan ini. Mudah-mudahan Allah memberkahi apa yang aku lakukan.
Berbuat baik adalah hal yang sangat mudah dilakukan. Namun di balik kemudahan tersebut ada satu hal yang sangat berat, yaitu bagaimana kita menjaga keikhlasan dan menetapkan niat untuk mencari ridho Allah semata. Adakalanya godaan-godaan muncul tatkala kita sedang melakukan suatu kebaikan yang menyebabkan terjadinya pergeseran niat. Pada awalnya kita hanya mengharap ridho Allah, kemudian karena adanya godaan-godaan baik dari setan maupun hawa nafsu niatan berubah menjadi untuk tujuan lain yang boleh jadi sama sekali tidak diridhoi Allah atau bahkan dimurkai.
Ini semua dapat terjadi pada berbagai macam kebaikan termasuk menuntut ilmu (thalabul ilmi). Menuntut ilmu dengan ikhlas mengharap ridho Allah semata adalah sebuah kebaikan yang sangat mulia dan sangat bernilai. Bahkan menuntut ilmu jauh lebih utama dibandingkan ibadah yang tanpa didasari oleh ilmu. Setan lebih takut pada tidurnya seorang yang berilmu daripada ibadahnya orang jahil yang tak berilmu. Orang jahil tak berilmu mudah ditipu oleh setan, sehingga mudah sekali terjerumus pada godaan-godaan setan.
Keutamaan orang yang berilmu tersebut dapat berbalik 180 derajat ketika ilmu yang dimilikinya tidak berlandaskan niat untuk mencari ridho Allah. Orang yang demikian itu dapat menggunakan ilmu yang dia miliki untuk kepentingan hawa nafsunya. Dia bisa saja membalikkan kebenaran yang benar di sisi Allah menjadi salah menurut pandangannya atau sebaliknya. Dia dapat pula merekayasa hukum Allah agar sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Alangkah berbahaya suatu ilmu yang tidak didasari oleh tujuan menggapai ridho Allah semata. Semoga Allah melindungi kita semua dari ilmu yang tidak untuk mencari ridho Allah.
Mari senantiasa kita berbenah diri. Sudah benarkah niat kita dalam segala perbuatan yang kita lakukan? Apakah ilmu yang kita miliki sudah diniatkan untuk mencari ridho Allah atau untuk kepentingan lain?
Semoga Allah senantiasa membimbing kita pada jalan-Nya yang lurus. Amin.

Mengapa?

Entah mengapa, akhir-akhir ini sikapku berubah seperti itu. Adakalanya aku membuat jengkel orang lain tanpa aku sadari. Entah karena aku melakukan kegiatan lain yang tidak sepertinya tidak berguna. Akhirnya orang berubah menjadi kesal padaku. Memang itu adalah sebuah peringatan bagiku untuk memperbaiki sikapku selama ini. Aku harus mengasah perasaanku dan melatih diriku untuk berempati pada orang lain. Mungkin selama ini aku terlalu cuek dan memikirkan kesenangan pribadiku. Ya, aku sadar itu adalah salah satu hal yang sulit bagiku untuk mengubahnya. Menaruh empati pada orang lain merupakan salah satu hal yang paling sulit untuk aku lakukan. Dibandingkan dengan mempelajari rumus-rumus dasar matematika, sepertinya ini menjadi satu hal yang sulit untuk kuterapkan. Padahal untuk melatih diri berempati, hanya butuh satu usaha saja. Pembiasaan. Tanpa perlu memahami teori yang terlalu berbelit-belit dan tanpa harus menghafal rumus yang kompleks. Hanya perlu satu hal: tanyakan pada hati nuranimu, apakah itu layak atau tidak.
Memang untuk menjalin suatu hubungan sosial di tengah sifatku yang terlalu egois ini menjadi suatu hal yang terasa sangat berat. Aku hanya memikirkan apa yang menjadi keinginan pribadiku saja, tanpa peduli dengan apa yang dirasakan orang lain. Agaknya ini sangat mengganggu. Perlu latihan dan pembiasaan untuk dapat mengubah diriku menjadi sosok lain yang mudah berempati.
Tak semudah mengatakannya. Menjalani perubahan itu lebih sulit dan aku harus bertahan, serta mencoba dan mencoba lagi. Terasa aneh pada awalnya, namun nyaman setelah terbiasa. Itulah proses untuk berubah. Semoga aku bisa melakukannya.
Yogyakarta,
Ahad, 14 Oktober 2012
Alif Mubarak Ahmad