Friday, February 5, 2021

Menerima Kebaikan Bukanlah Sebuah Aib, Sayang...

Istriku sayang...

Akhir-akhir ini aku merasakan bahwa aku selalu bersalah di hadapanmu.

Istriku sayang, Apapun sikapmu padaku, aku sadari bahwa semua itu adalah buah dari sikapku padamu. Engkau adalah cermin bagi diriku untuk memperbaiki diri lebih baik lagi selanjutnya.

Istriku sayang, Bukanlah suatu aib, ketika istri menyambut hangat kedatangan suaminya yang baru saja pulang dari bepergian jauh.

Bukanlah sebuah cela, ketika istri berdandan merias diri untuk suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri menerima pemberian dari suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri menerima kebaikan dari suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri menemani suaminya saat makan.

Bukanlah suatu aib, ketika istri duduk di pangkuan suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri merelakan bagian tubuhnya untuk disentuh oleh suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri memperdengarkan suara indahnya pada suaminya.

Bukanlah sebuah aib, ketika istri tersenyum menunjukkan muka manis pada suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri menerima ciuman dari suaminya.

Bukanlah sebuah aib, ketika istri menyambut pelukan suaminya.

Bukanlah sebuah aib, ketika istri tidur seranjang dengan suaminya.

Bukanlah suatu aib, ketika istri mandi bersama suaminya.

Bukanlah sebuah aib, ketika istri bermesraan dengan suaminya.

Istriku sayang, Aku maafkan dirimu atas segala kekurangan dalam pemenuhan hak-hak diri ini.

Istriku sayang, Maafkan diriku atas pemberian yang kurang dari hak yang seharusnya engkau terima.

Istriku sayang, Mari kita berdamai dan bermesraan kembali. Mari kita jalani sisa hidup ini menggapai kebahagian dunia dan akhirat.

Istriku sayang...

Monday, April 27, 2020

Dear Diary

Penantian tak tertahankan.

Menanti waktu-waktu bersamanya, seakan-akan membuat diri ini tertahan dalam sebuah maze.

Penuh tanda tanya. Apakah aku akan dapatkan waktu bersamanya? Atau waktu bersamanya didapatkan, namun tak seperti yang diharapkan.

Begitulah keadaan yang terjadi.

Time together isn't ever quite enough

Thursday, July 27, 2017

Pejuang yang berhati besar

Setelah sekian lamanya

Hari itu dia melangkahkan kakinya ke kampus setelah dua tahun lamanya dia menghilang dari kampus. Hatinya dilanda perasaan tak menentu, apakah sambutan kampus padanya yang telah lama ditinggalkannya. Ternyata kampus tidak menyambut dan tidak mengolok-oloknya. Kampus hanyalah kumpulan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi yang dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu-lalang dengan berbagai kesibukan masing-masing.
Saat itu dia pun sadar, mengapa selama dua tahun ini dia sama sekali takut menjejakkan kaki ke kampus. Apa yang dia khawatirkan bahwa kampus akan mengolok-oloknya, menghardiknya, atau bahkan mengusirnya dengan kasar tidak dia dapatkan. Kampus hanyalah bangunan bersejarah yang dulunya merupakan tempat menimba ilmu pengetahuan. Orang-orang di kampus pun seperti orang-orang di manapun dengan semboyan yang selalu tepat, tak kenal maka tak sayang.
Apa yang dikhawatirkan oleh dirinya bahwa tidak ada lagi teman-teman seperjuangan yang datang ke kampus ternyata terjadi. Sesekali ada seorang yang menyapa dirinya dengan panggilan yang membuat dirinya teringat dengan nama itu.
Dia pun sadar bahwa orang yang berperan sebagai pembimbing masih peduli dan sayang pada dirinya. Dia pun meminta maaf atas perilakunya selama ini. Namun sang pembimbing berkata bahwa tak ada yang bisa dilakukan tanpa adanya status aktif sebagai mahasiswa di kampus bersangkutan.
Maka dia pun segera beranjak dari hadapan sang pembimbing. Dengan penuh bimbang dan hati yang diliputi oleh kekhawatiran, dia pun mengumpulkan segenap keberaninannya untuk maju dan melangkah menuju sang penentu yang memiliki wewenang terkait status aktif sebagai mahasiswa. Masih membawa harapan bahwa dirinya masih punya satu kesempatan untuk meraih gelar kesarjanaan, dia beranikan dirinya untuk melangkahkan kakiknya menuju meja tersebut.
Ketika mendengarkan apa yang disampaikan oleh sang penentu, betapa kecewa dan hancur perasaannya. Namun tak setetespun air mata berlinang karena hatinya telah terlalu lama tertutup.
Diapun melangkah dari meja penentuan tersebut. Dia tidak sedikitpun memendam kebencian pada sang penentu yang telah menghancurkan cita-citanya untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari kampus tersebut. Dia tidak menyalahkan siapapun atas keputusan yang diterimanya saat itu.

Bercermin pada masa lalu

Dia bercermin pada dirinya tentang apa yang telah dilakukannya selama ini. Ketika teman-teman seperjuangannya menitikkan keringat dan air mata demi memperjuangkan apa yang mereka cita-citakan, dia tidak berbuat seperti apa yang diperbuat oleh teman-teman seperjuangannya.
Dia melihat betapa salahnya apa yang dia lakukan ketika itu. Apa yang seharusnya dia lakukan justru dia tinggalkan demi berjalan di dunia kesendirian. Dunia di mana dia mengabaikan teman-teman yang dimilikinya. Dunia di mana dia berjalan ke manapun kesendirian membawanya. Dunia di mana dia bebas melakukan apa saja yang dia inginkan tanpa mempedulikan mana yang penting dan mana yang tidak penting.
Dia melihat dirinya di saat itu sebagai seorang yang tidak memiliki tujuan yang jelas. Dia melihat betapa dirinya saat itu diliputi oleh kegelapan hati yang menutup mata hatinya.
Dia menyadari bahwa apa yang selama ini dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Dia pun mulai melangkah untuk lembar kehidupan berikutnya.

Hidup terus berlalu

Bercermin dari masa lalunya membuatnya sadar bahwa ketika dirinya berhenti melangkah, di sanalah terjadi hal-hal yang berpeluang untuk menutup mata hatinya terhadap kebenaran. Dia pun menyadari bahwa ini bukan saatnya untuk jatuh kelam di dalam kegelapan hati yang berkepanjangan.
Dia pun mulai melangkah dengan segala keberanian. Mengabaikan apa yang dikatakan oleh orang lain tentang dirinya. Dia ingin kembali berkumpul dengan teman-teman seperjuangan. Walaupun berat baginya, dia berusaha untuk menghargai apa yang telah dicapai oleh teman-teman seperjuangan tanpa merasa bahwa dirinya adalah lebih rendah. Dia berusaha mengakui apa yang telah dicapai oleh teman-teman seperjuangan tanpa memendam iri hati dan kedengkian.
Jerih payah yang telah mereka usahakan memang layak bagi mereka. Dia menjadikan apa yang telah dicapai oleh teman-temannya seperjuangan sebagai cambuk untuk memaksanya mengerahkan segala daya dan upaya untuk lembar kehidupan berikutnya.
Sejak saat itu, dia mulai melangkah. Dia tetap melangkah dan melangkah, walaupun terjatuh dan tertatih-tatih, untuk mengejar apa yang telah dicapai oleh teman-teman seperjuangannya.
Dia tetap berharap dan tidak putus harapan kepada Allah, sang pemberi harapan. Di kala semua usaha telah dilakukan, namun buah dari usaha tersebut tak kunjung diperoleh, dia tetap ingat dan dia camkan dalam dirinya bahwa dia masih memiliki Allah sebagai tempat mengadukan segala permasalahan.

Dengan berat hati

Menerima keputusan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan memang sangat berat. Apalagi untuk dirinya yang memiliki kecenderungan untuk tampil sempurna.
Dia menginginkan kesempurnaan dalam apa yang dijalani olehnya. Ketika kesempurnaan tersebut tidak lagi diraihnya, dia berusaha memendam kekecewaan dan kesedihan di dalam hatinya.
Dia tidak lagi membanding-bandingkan dirinya dengan teman-teman seperjuangan yang sudah memperoleh kesempurnaan tersebut. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa betapa beruntungya dirinya. Kesempatan yang telah diberikan pada dirinya untuk menimba ilmu di kampus itu merupakan kesempatan yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Dia yakinkan dirinya bahwa dialah salah satu orang yang beruntung memperoleh kesempatan itu walaupun pada akhirnya kesempatan itu tidak berakhir dengan kesempurnaan.
Tidak ada manusia yang sempurna. Dia menyadari hal itu. Dia menyadari bahwa dirinya hanya seorang manusia. Tak pernah ada manusia yang sempurna.
Betapapun sempurna seorang manusia, pasti ada cacat padanya. Dia menyadari hal itu. Dia menyadarkan hatinya tentang adanya cacat pada dirinya.
Dia tetap berusaha dan berjuang untuk dapat mewujudkan impiannya untuk meraih gelar kesarjanaan, walaupun harus meninggalkan kampus tercinta untuk menyelesaikan tugas akhir di kampus lain.

Friday, February 27, 2015

Ya Alloh, kuatkan tekadku untuk menyelesaikannya.



Originally written on Selasa, 3 Februari 2015

Tentang satu matakuliah wajib yang harus ditempuh untuk menjadi sarjana.

Satu matakuliah dengan bobot minimal 4 sks. Itulah matakuliah yang harus ditempuh untuk menjadi sarjana.

Sebenarnya matakuliah tersebut tidaklah sulit. Hanya satu matakuliah. Tidak ada jadwal kuliah yang harus dihadiri untuk menempuh matakuliah tersebut. Jadwal yang dibuat bisa sangat fleksibel dan menyesuaikan dengan kesibukan yang ada.

Namun mengapa kiranya satu matakuliah tersebut tak kunjung selesai? Ada apa gerangan? Kendala apa yang dihadapi? Itulah pertanyaan yang harus kulontarkan pada diriku sebagai bahan introspeksi diri.

Kendala pertama: waktu luang yang tidak dimanfaatkan.

Waktu luang adalah pembawa kerusakan. Al-farooghu mafsadah. Waktu luang yang tidak digunakan adalah pembawa kerusakan. Bayangkan, betapa banyak peluang yang dapat digunakan untuk mengisi waktu luang itu. Mulai dari melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat sampai melakukan sesuatu yang membawa petaka.

Sebenarnya, waktu luang adalah anugerah. Anugerah yang harus dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya. Banyak hal positif yang dapat dilakukan untuk mengisi waktu luang yang dimiliki. Seorang muslim yang baik tidak akan membiarkan waktu yang dimilikinya berlalu dengan sia – sia tanpa diisi dengan hal – hal yang memberikan manfaat dan mendatangkan keridhoan Alloh.

Membaca Al-Qur'an, membaca buku, menuliskan ide – ide positif, dan berbagai aktivitas lainnya dapat digunakan untuk mengisi waktu luang. Berkumpul dengan orang – orang baik juga dapat digunakan untuk mengisi waktu luang. Menyendiri akan membuka peluang bagi diri untuk terjerumus dalam jebakan setan, terjerumus melakukan hal – hal yang kurang bermanfaat sampai hal – hal yang mendatangkan murka Alloh.

Intinya, jangan sampai waktu luang yang ada malah membawa diri ke dalam hal – hal yang tidak ada manfaatnya atau hal – hal yang bahkan dimurkai Alloh. Isilah waktu luang yang ada dengan hal – hal yang mendatangkan manfaat dan keridhoan Alloh. Manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Kendala kedua: aktivitas yang tidak terjadwal.

Aktivitas apa pun yang dilakukan, seharusnya terjadwal dengan baik. Mulai dari kegiatan harian yang berkaitan dengan diri sendiri sampai kegiatan yang mendatangkan perubahan. Semakin dewasa, seseorang semakin dituntut untuk membuat hidupnya menjadi terjadwal dengan baik. Sisa waktu hidup yang dimiliki semakin lama semakin berkurang seiring bertambahnya hari yang dilalui. Jangan sampai sisa hidup yang ada menjadi sia – sia tanpa memberikan manfaat.

Kendala ketiga: jauh dari keluarga dan orang – orang yang dicinta

Jauh dari keluarga, itulah yang dialami oleh mahasiswa. Untuk menjadi orang yang berpendidikan, memang harus ada pengorbanan yang harus dibayarkan. Salah satunya adalah meninggalkan keluarga tercinta untuk menimba ilmu.

Sebenarnya berada jauh dari keluarga bukanlah masalah serius. Kiriman uang selalu datang, walaupun tidak selalu tepat waktu. Namun yang menjadi masalah adalah saat diri terlena dengan kesilauan di kota tempat menimba ilmu. Terlena dengan kehidupan yang terasa bebas karena tidak dipantau oleh keluarga.

Saat diri terlena dengan berbagai kesilauan yang ada di kota tempat menimba ilmu, hati ini mulai berpaling dari tujuan utama datang di kota ini. Tujuan utama yang awalnya terfokus untuk menimba ilmu, menambah pengalaman hidup, mencari relasi, perlahan – lahan beralih pada tujuan semu, untuk menikmati nyamannya hidup di kota. Perlahan melupakan keluarga yang menunggu kepulangan diri ini di rumah.

Betapa banyak godaan yang mengalihkan fokus utama kedatangan diri di kota tempat menimba ilmu. Membuat diri ini lupa pada keluarga yang menanti di rumah.

Kendala keempat: kurangnya teman yang bisa diandalkan.

Teman merupakan orang yang terdekat yang mengerti diri ini. Saat aku tidak bisa berteman, yang kurasa hanyalah kesendirian. Kesendirian dalam menanggung beban yang terasa begitu berat tanpa ada teman dekat yang dapat dijadikan tempat berbagi dan bercerita tentang masalah yang ada.

Saat masalah menumpuk dan semakin menumpuk, diri ini membutuhkan teman untuk berbagi dan menceritakan masalah yang ada. Hiburan dan canda tawa bersama teman yang mengerti beban yang dihadapi terasa sangat membantu meringankan masalah yang dihadapi.

Kendala kelima: terlalu segan untuk bertemu dosen pembimbing.

Takut menemui dosen pembimbing merupakan kendala utama dalam menyelesaikan matakuliah akhir. Memang dosen pembimbing kadang juga marah. Namun kemarahan tersebut bukanlah karena kebenciannya kepada mahasiswa. Marahnya dosen pembimbing adalah bukti bahwa dosen tersebut masih sayang dan menaruh perhatian kepada mahasiswa yang dibimbingnya. Dosen ingin mahasiswa yang dibimbingnya untuk segera menyelesaikan studinya dan menjadi orang yang sukses.

Namun pandangan mahasiswa terkadang berbeda dari apa yang dirasakan dan dikehendaki oleh dosen. Diri ini kadang merasa begitu takut, jikalau nantinya dosen pembimbing membenci diri ini. Rasa takut ini membuat diri ini mengurungkan niat untuk menemui dosen pembimbing, membuat matakuliah akhir tersebut tak kunjung selesai.

Itulah lima hal yang kuanggap menjadi penghalang dalam menyelesaikan matakuliah akhir. Sepertinya mudah untuk mengatasi penghalang yang ada, karena kelima halangan tersebut memiliki solusi teoritis. Namun pada kenyataannya, butuh tekad dan niat yang kuat untuk dapat menerapkan solusi tersebut.

Semoga diri ini diberikan kemudahan untuk mengatasi berbagai halangan yang menghambat terselesaikannya matakuliah akhir. Menjadi seorang sarjana yang membahagiakan orang tua, keluarga, dan berguna bagi masyarakat dan negara.

Bismillah, aku bisa. Bantu aku, ya Alloh. Berikan kekuatan pada diriku yang lemah ini, ya Alloh. Teguhkanlah langkahku, kuatkanlah tekadku, tetapkanlah jalanku, ya Alloh.

Mudahkanlah bagiku, ya Alloh.

Aamiin.

Back to campus

Originally written on Selasa, 3 Februari 2015

Kembali ke kampus.
Ada kalanya seorang yang begitu bersemangat mengalami kondisi di saat semangat tersebut memudar. Itulah yang kualami selama beberapa bulan di tahun 2014 yang lalu.

Kalau dilihat dari nilai yang kuperoleh selama menempuh studi di kampusku ini, aku termasuk mahasiswa yang istimewa. Sebuah angka yang banyak mahasiswa bermimpi dan berusaha dengan sepenuh hati untuk meraih indeks prestasi tersebut. Aku pun memperoleh nilai tersebut dengan doa dan jerih payah yang kujalani selama aku masih bersemangat menempuh kehidupan di kampus ini. Tentunya juga dengan bantuan Alloh swt.

Indeks prestasi akademis bukanlah segalanya. Nilai diri seseorang tidak dapat diukur hanya dengan melihat indeks prestasi tersebut. Banyak hal yang berkontribusi terhadap nilai diri seseorang. Indeks prestasi selama menjadi mahasiswa hanyalah satu dari banyak hal yang menentukan nilai diri seseorang.

Tentang apa yang menjadi tolok ukur dalam menentukan nilai diri seseorang, aku hanya bisa menyebutkan satu hal: seberapa banyak manfaat yang telah diberikan bagi orang lain.

Keberadaan seseorang di dalam masyarakat dinilai dari seberapa manfaat yang ia berikan kepada masyarakat. Orang yang dianugerahi kecerdasan akal, jika tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, maka orang tersebut tidak memiliki nilai bagi masyarakat. Keberadaannya di sana sama saja dengan ketiadaannya. Wujuuduhu ka'adamihi, begitulah deskripsi yang menggambarkan ketidakbermanfaatanannya bagi masyarakat.

Idealnya, setiap anggota masyarakat menyumbangkan apa yang menjadi keahliannya untuk masyarakat. Cukuplah dengan apa yang menjadi kompetensi aku, tak perlu memaksakan diri untuk melakukan hal – hal yang luar biasa. Cukup diawali dari hal – hal kecil yang bisa dilakukan.

Mulailah dari diri sendiri. Berikan manfaat kepada diri sendiri. Makan teratur. Jaga kebersihan badan, pakaian, dan tempat tinggal. Selanjutnya berangsur – angsur meluas, memberikan manfaat kepada orang terdekat. Buat orang yang berada di dekat aku merasa nyaman dengan keberadaan aku di sisi mereka. Jangan sampai orang – orang yang terdekat dengan aku merasa muak dengan keberadaan aku. Selanjutnya diusahakan untuk memberikan manfaat bagi tetangga dan sekitarnya.

Idealnya, seseorang tidak menjadi beban bagi orang lain. Seseorang yang menjadi beban bagi orang lain haruslah berpikir bagaimana meringankan beban orang yang menanggungnya. Lebih baik lagi jika seseorang yang selama ini hanya menjadi beban, berusaha untuk bisa mandiri sehingga tidak menjadi beban berkepanjangan bagi orang yang selama ini menanggungnya. Kalau perlu, berikan manfaat dan bantu ia untuk meringankan beban yang selama ini ditanggungnya.


Berterima kasih atas kebaikan orang lain. Menghargai kebaikan yang telah diberikan oleh orang lain padaku. Setidaknya itulah yang harus aku lakukan ketika aku tidak bisa membalas kebaikan orang lain. Jangan sampai membalas kebaikan orang lain dengan keburukan. Kalau perlu, balaslah keburukan dengan kebaikan. Perbanyaklah menanam kebaikan demi kebaikan. Tidak masalah seberapa kecil kebaikan yang ditanam, tetaplah menanam kebaikan. Niscaya kebaikan yang ditanam akan membuahkan hasil di masa depan nanti.

Sunday, March 3, 2013

Memasuki usiaku yang ke-23.

Perjalanan hidup memang tak selamanya indah. Adakalanya suka duka menghiasi silih berganti. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang suka, kadang duka. Itulah pelengkap hidup yang selama ini aku jalani.

Selama ini, setelah setahun yang lalu aku merayakan hari lahirku, telah banyak peristiwa hidup yang aku jalani. Aku kadang terlalu egois. Aku kadang terlalu berburuk sangka. Aku juga kadang terlalu protektif terhadap apa yang menjadi rahasia pribadiku. Aku memang kurang bisa membangun hubungan dekat dengan teman untuk saling berbagi cerita.

Semua itu indah. Indah untuk dituliskan dalam kenangan memorial di dalam ingatan yang terdalam. Indahnya hidup ini yang dihiasi oleh berbagai peristiwa. Memberikan kesan mendalam atau kesan singkat yang terlupakan. Begitulah peristiwa yang dilalui sepanjang hidup ini memberikan arti yang mendalam bahwa hidup ini sangat berarti. Hidup ini adalah sesuatu yang penuh arti. Hidup ini indah. Terlalu indah untuk disia-siakan dengan kesia-siaan.

Di usiaku yang sudah memasuki tahun ketiga pada kepala dua ini, aku dituntut untuk bersikap lebih dewasa. Menyelesaikan berbagai permasalahan yang aku hadapi dengan bijak. Menunaikan amanah dan tanggung jawab yang selama ini kuemban. Juga menyiapkan masa depan. Berat kutempuh, namun kuberusaha menjalani semua ini dengan sepenuh hati.

Tak lupa juga tentang berbagai gejolak hati dan emosi yang selama ini masih saja terpendam dalam hati. Aku mencoba menahan diri dan tetap konsisten dengan apa yang aku yakini. Sejauh mana kualitas dirimu maka sejauh itu pula apa yang kaudapat. Yaa Alloh, mudahkanlah aku untuk meningkatkan kualitas diriku. Sehingga aku menjadi orang yang bermanfaat bagi umat manusia. Bukan sebagai orang yang kehadirannya tidak diharapkan.

Yaa Alloh, hamba-Mu ini lemah. Hamba-Mu tak kuasa berbuat sesuatu tanpa Engkau izinkan. Bimbinglah hamba untuk tetap melangkah menjalani hidup di atas jalan yang Engkau ridhoi. Bimbinglah hamba untuk berubah ke arah yang positif. Berikanlah yang terbaik untuk hamba. Jadikanlah hamba ridho terhadap apa yang Engkau berikan bagi hamba. Mudahkanlah langkahku untuk menggapai ridho-Mu, yaa Alloh. Aamiin.

Yogyakarta, 3 Maret 2013

renungan di awal usia yang baru

Alif Mubarak Ahmad

Wednesday, February 13, 2013

Pagi: waktu yang penuh nilai

 

Semangat pagi!

Apa yang terbayang saat mendengar kata pagi? Tentu saja waktu yang penuh dengan semangat. Waktu di mana badan dan pikiran menjadi segar kembali setelah beristirahat. Waktu yang tepat untuk memulai berbagai aktivitas. Waktu di mana energi terkumpul kembali setelah melepas lelah. Waktu di mana pikiran dan jiwa berada dalam kondisi optimal untuk memulai aktivitas yang baru. Waktu yang sangat potensial untuk memulai kegiatan yang bermanfaat.

Kadang kita terlena, menyia-nyiakan waktu pagi yang telah didapat dengan kegiatan yang paling tidak produktif, yaitu tidur kembali. Tidur pagi adalah kegiatan mengisi waktu pagi yang paling tidak produktif. Adakalanya tidur pagi ini dibangun oleh mindset bahwa waktu tidur malam yang diperoleh masih kurang. Padahal parameter bagus tidaknya istirahat bukan dilihat dari masalah berapa lama kita beristirahat, namun seberapa kualitas tidur malam yang kita peroleh. Jika kita dapat merasakan nyenyak dan bermimpi indah pada saat tidur malam, kemudian kita terbangun saat terdengar adzan Shubuh yang dikumandangkan dari masjid, itu menunjukkan bahwa tidur malam yang kita lalui memiliki kualitas yang baik. Namun jika kita hanya berguling-guling ke sana kemari, gelisah, tanpa bisa merasakan nyenyaknya tidur malam, maka itu pertanda bahwa tidur yang dilalui tidak berkualitas.

Sekarang, mari kita cegah hilangnya waktu pagi yang penuh dengan semangat dan energi dengan mengubah pola hidup kita menjadi lebih baik. Jangan begadang atau menyia-nyiakan waktu malam yang memang didesain untuk beristirahat. Optimalkan waktu malam untuk beristirahat. Jangan memaksakan diri untuk berjaga dan mengambil jatah tidur malam demi menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Lebih baik jika tidur malam lebih awal dan selanjutnya bangun lebih awal jika ada pekerjaan yang belum diselesaikan, karena dengan begitu pikiran menjadi lebih fresh dan beban rasa letih di siang hari sudah terlepaskan oleh tidur sejenak yang telah dilalui.

Jadi, mulai sekarang jangan biarkan waktu pagi yang kita miliki hilang tanpa arti. Saatnya mengisi pagi dengan kegiatan yang berkualitas, kegiatan yang bermutu dan memberikan manfaat. Belajar, menghafal, mengulang hafalan, berolahraga. Apapun itu, mulailah dengan penuh semangat untuk mengisi waktu pagi untuk menjadikan waktu tersebut menjadi penuh manfaat.

Memang untuk memulai dan menjalani sebuah perubahan, dari kemalasan menuju semangat beraktivitas adalah sesuatu yang cukup berat. Paksakan diri dengan niat yang kuat dan tekad untuk berubah dengan penuh semangat. Rasakan segarnya udara pagi yang berhembus, menyegarkan pernapasan kita. Rasakan kesegaran pagi yang belum tercemar oleh polusi. Rasakan kekuatan dan kesegaran otot-otot tubuh serta keterbukaan pikiran untuk memulai hal-hal baru di pagi hari. Jangan biarkan rasa malas dan kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan menghilangkan nilai waktu pagi yang kita miliki. Saatnya memulai aktivitas, ditemani dengan secangkir kopi susu untuk menambah semangat.

Selamat beraktivitas, kawan…