Thursday, August 19, 2010

Orang baik: membiasakan berbuat baik

Melatih diri adalah membentuk akhlak. Bagaimana tidak? Apa yang telah biasa dilakukan seseorang akan berubah menjadi akhlak dan tabiat orang itu. Sehingga lepas dari ketentuan Allah, seseoranglah yang menentukan nasibnya sendiri. Apakah dia menjadi orang yang baik ataukah dia menjadi orang yang buruk – dia sendiri yang menentukan.

Manusia telah dianugerahkan akal, hati, dan nafsu. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan ataupun makhluk lainnya dan meninggikan derajat manusia sebagai makhluk paling sempurna. Dengan akal seseorang mampu berpikir. Dengan hatinya orang akan dapat menilai sesuatu baik atau buruk. Dengan hatinya pula seseorang akan mempertimbangkan apa yang dia perbuat. Dengan nafsunya seseorang akan terdorong untuk menggapai keinginannya. Hati merupakan pengendali akal dan nafsu. Dengannya pula Allah telah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih mana yang benar dan mana yang salah.

Seseorang yang menjadikan hatinya sebagai pemimpin atas akal dan nafsunya akan menjadikan kebenaran sebagai pilihannya, sehingga dia memiliki kedudukan yang mulia. Bahkan seorang manusia yang sholeh memiliki derajat lebih tinggi daripada malaikat. Jika hati seseorang telah dikalahkan oleh nafsu dan akalnya, maka orang itu akan berbuat apa saja demi mencapai keinginan hawa nafsunya. Orang itu tidak lagi peduli akan kebenaran sesuatu yang diperbuatnya. Orang seperti itu kedudukannya sama atau bahkan lebih rendah daripada binatang, karena binatang berbuat semaunya karena tidak memiliki hati dan akal, sedangkan manusia telah diberi hati dan akal sebagai pedoman hidupnya.

Melatih diri untuk berbuat baik adalah sebuah usaha untuk menjadi baik. Dengan membiasakan diri berbuat baik, naluri dan hati akan semakin sensitif dan makin peka terhadap kebenaran. Ketika hati nurani bertambah sensitif terhadap kebaikan maka orang itu akan menjadi baik. Sebaliknya ketika seseorang membiasakan dirinya dengan kebiasaan yang buruk, sensitifitas dan kepekaan hati terhadap kebaikan akan berkurang. Semakin berkurang sensitifitas hati nurani terhadap kebaikan maka semakin berkurang pula nilai-nilai kebaikan yang muncul dari diri seseorang. Hingga pada suatu titik klimaks, hati tersebut tidak akan lagi mengenal kebaikan dan menghasilkan orang yang sangat buruk akhlaknya atau bahkan sangat jahat – tidak peduli mana yang benar dan mana yang salah.

Perbuatan buruk yang dilakukan akan menjadi noda yang mengotori hati. Semakin banyak perbuatan buruk yang dia lakukan, maka hatinya akan semakin tertutup oleh noda itu. Jika dia tidak segera bertaubat maka noda-noda tersebut akan makin banyak dan menutup hatinya. Tatkala hati telah tertutup seluruhnya dengan noda-noda keburukan tersebut, maka hati tersebut tidak lagi mengenal kebaikan. Seseorang yang hatinya telah tertutup tidak akan bisa menerima nasihat-nasihat baik – bahkan dia akan menolak nasihat-nasihat baik tersebut. Alangkah mengerikan seseorang dengan hati tertutup oleh keburukan.

Mulai sekarang, mari kita biasakan berbuat baik agar perbuatan baik tersebut menjadi akhlak dan tabiat kita. Berhentilah mengotori hati dengan noda-noda keburukan. Tingkatkan sensitifitas hati nurani kita terhadap kebaikan. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang baik dan mulia yang membiasakan dirinya dengan kebaikan.

Allohumma tsabbitnaa ala diinika wa tha'atika - tetapkan kami atas dinmu ya allah

Ya Allah, tetapkanlah hati kami atas dien-Mu dan taat pada-Mu

No comments:

Post a Comment