Saturday, September 4, 2010

Kualitas ibadah yang mulai hilang

Kerinduan akan kampung halaman telah sedikit terobati. Di balik terobatinya kerinduan akan sanak saudara terasa ada sesuatu yang hilang. Terasa kekhusyukan dalam beribadah telah hilang. Digantikan dengan sebuah ketergesa-gesaan untuk segera menyelesaikan shalat tarawih. Hanya mementingkan bilangan rakaat tanpa memperhatikan kualitas dari shalat yang dilakukan tersebut. Apakah ini termasuk lalai dalam shalat? Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka dan memberi hidayah kepada mereka untuk dapat meningkatkan kekhusyukan mereka dalam shalat.

Berawal dari sebuah permulaan yang dibiasakan sehingga menjadi suatu kebiasaan. Tradisi shalat tarawih dengan cepat – bahkan sangat cepat – dengan kisaran 23 rakaat selesai dalam waktu tidak lebih dari 25 menit. Demikian keadaan shalat tarawih di desa yang masyarakatnya belum paham secara mendalam terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Semoga Allah memberi kepahaman pada mereka sehingga pada akhirnya mereka dapat menjalankan syari’at Islam dengan sebaik-baiknya.

Walau bagaimanapun keadaan shalat mereka, masih patut disyukuri bahwa masih ada yang mau menjalankan shalat tarawih di bulan Ramadhan ini. Seburuk apa pun kualitas shalat yang mereka lakukan, tetap terasa adanya sebuah syi’ar, sebuah tanda, dan sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri: bahwa Islam tetap dijunjung dan tetap memancarkan syi’ar yang nyata. Mereka tetaplah menegakkan syi’ar dan dakwah Islam di tempat tinggal mereka. Meskipun apa yang dilakukan masih sangat jauh dari standar yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Tak cukup dengan berpuas diri dengan keadaan yang seperti ini. Usaha mengubah kebiasaan dan pola pikir yang sudah melekat di dalam masyarakat awam seperti ini perlu dan harus dilakukan. Setahap demi setahap. Sedikit demi sedikit. Tidak serta merta menerapkan perubahan yang “aneh” di mata masyarakat. Perlu penanaman pemahaman yang benar secara bertahap pada masyarakat. Perlahan tapi pasti. Karena tanpa adanya usaha untuk mengubah, perubahan tidak akan terjadi. Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga kaum itu mengubah  dirinya sendiri.

Indonesia, sebuah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, belum memiliki kualitas keislaman yang sebanding dengan kuantitasnya. Sampai kapan kenyataan ini terus terjadi? Tidakkah kita yang termasuk Muslimin dan Mu’minin bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas keislaman yang kita amalkan? Kalau bukan kita selaku kaum Muslimin yang memulai, siapakah yang akan memulainya? Mari bersama-sama kita nyalakan kembali semangat Islam – semangat untuk menerapkan nilai-nilai ajaran Islam yang mencakup semua aspek kehidupan, menyeluruh, dan paling sesuai dengan kehidupan manusia – demi tercapainya kehidupan yang selaras dengan ketentuan-ketentuan Allah dan kehidupan yang dirihoi Allah.

Amin ya Allah, ya Rabbal alamiin!

 

Tag: semangat, renungan, pengalaman pribadi, ridha Allah

No comments:

Post a Comment